Cinta Karena Allah, Engkau Kugapai!
By: Nurmala. K.K
Matahari
yang menyoroti lapisan atmosfer bumi menembus ke permukaan tanah ini. Cuaca di
Bandung memang sejuk. kata orang yang
bertandang ke Bandung. Tapi kalau matahari sudah mejeng di pelatarannya, yach
sama aja panasnya minta mandi.
Cucuran
keringat yang mengalir dari pori-pori kulit wajah membuatku semakin terlihat kumel. Karena aku sudah dua jam berdiri
di terminal untuk menunggu bus arah Garut-Lebak Bulus. Sudah dua botol air
mineral kuminum, bahkan merk-nya pun
kupreteli karena kesal menunggu bus yang tak kunjung datang.
Aku
berdiri sendiri di sini, hanya ditemani seseorang yang begitu setia. Dari
semenjak aku datang sampai dua jam berjalan dia masih menemaniku. Beuh, top markotop si kempot deh. Setianya melebihi pacar. Kata
orang-orang yang punya pacar.
Kulitnya
itu loh, kalau kata orang bule yang datang ke Indonesia yang cuma ngincer
lautnya supaya kulit mereka berubah. Macem
kayak kulitnya Mbak Anggun,
penyanyi. Tau kan? Ah kudu tau donk. Nah, yang sekarang di
sebelahku itu kulitnya macem kayak
Mbak Anggun. Hitam eksotis. Membuatnya semakin gagah dan maco.
Badannya
nih, tinggi. Malah cowok yang suka olah raga dan fitness itu kalah. Ga
sebanding deh. Dia nih, tinggi banget, sampai-sampai aku harus menengadah ketika ngobrol
dengannya.
Rasa
penasaran menggodaku untuk menyentuhnya. Tapi aku sadar bahwa Agama Islam
melarang umat-Nya untuk tidak bersentuhan tanpa alas dengan yang bukan muhrim.
Tapi aku abaikan larangan itu, kuayunkan tanganku ke arah tubuhnya. Kulitku merasakan
betapa halus kulitnya. Lalu kuketuk badannya. Terdengarlah suara teng teng teng. Itulah Si Setia, tiang
listrik terminal Cileunyi.
Kusandarkan
ke tiang badanku yang tidak tahu berapa kali kuubah posisinya. Dari jongkok
lalu berdiri, kemudian bangun lagi dan jongkok lagi.
Kulihat
orang-orang yang lalu lalang di terminal. Ada yang sibuk menggerakan jari
jemarinya di atas keypad handphone,
ada juga yang tergopoh-gopoh dengan bawaannya.
Ketika
kuubah kepalaku ke arah kanan, ada seorang wanita berdiri di emperan jalan.
Dilihat dari wajahnya sepertinya dia masih SMA. Style busananya menjurus K-Pop
tapi amburadul, rambutnya lurus hitam. Jika angin menerpa, rambutnya berkibar
bak bendera mengawang-awang di tiang. Body-nya
juga aduhai. Tapi sayang, kulitnya hitam legam. Beuh, itu cewek gayanya aja pengen mamerin. Ngurus badan aja gak bisa.
Tapi
aneh seribu aneh. Selang beberapa lama seorang lelaki yang masih terbilang
remeja dan perawakan besar menghampiri wanita itu. Dilihat dari pakaiannya,
lelaki itu seperti brandalan. Dengan
gaya jalannya yang sok kegantengan,
dia membuka kacamata yang bertengger di hidungnya. Sikap wanita terhadap lelaki
itu welcome. Aku jadi bingung.
Setelah dilihat-lihat ternyata mereka pasangan kekasih. Ampun deh, tingkah mereka itu kayak pasangan Suami-Istri.
Setelah
beberapa lama, akhirnya bus pun hadir. Aku yang sedang menyender di tiang shock tapi senang. Kuraih tas yang
tergeletak di atas tanah. Aku tergopoh-gopoh berlari ke arah pintu bus. Kukira
hanya beberapa orang saja menunggu bus ini. Ternyata banyak penumpang yang
tergopoh-gopoh pula menghampiri bus.
Kondektur
yang di dalam pintu mempersilahkan dan menyuruh kami cepat-cepat untuk masuk.
Tapi bus masih saja jalan. Gaya kami seperti ikan di darat yang ingin masuk ke
air yang datarannya lebih tinggi.
“Berhentikan
mobilnya Pak! gimana mau masuk?” Pinta seorang penumpang yang berusaha naik ke
bus.
Aku
yang masih berjuang meraih pegangan pintu bus, malah diserempet oleh seorang
ibu-ibu dengan perawakan besar.
Jebbreettt… mukaku
tertampar oleh tas yang dibawanya. Tapi tetap kesabaran menenangkanku.
Ketika
kemenangan memihak akhirnya aku bisa masuk, eh
ternyata bus malah berhenti. “Buseett
dach, ini hari nantangin saya.” Geramku dalam hati.
Setelah
aku mampu berada di dalam bus, kutermangu karena penumpang yang di depanku masih
berdiri. Kukira penumpang yang paling depan mengalami masalah dengan bawaannya
yang terlalu berat. Ternyata kursinya sudah terpenuhi semua. Masya Allah, ujian di hari yang sangat
menggugah kesabaran.
Kondektur
mempersilahkanku duduk di atas busa yang dia siapkan tadi. Akhirnya aku pun
duduk di sebelah supir. Penumpang lain yang tidak mendapatkan kursi pun
dipersilahkan juga oleh kondektur untuk duduk di sebelahku. Kami sama-sama
duduk di lantai bus. Yang membedakan antara aku dengan penumpang yang lain hanya
satu. Aku duduk di atas busa dan yang lain duduk di atas kardus. Alhamdulillah, Allah masih memberikan
rezeki yang lebih kepadaku. Bahkan ada dua penumpang yang duduk di depan pintu
bus. Makin bersyukurnya aku dengan keadaan yang masih terbilang nyaman ini.
“Ya
Allah, ternyata aku masih beruntung di sini. Hinanya diriku telah mengingkari
semua nikmat-Mu, padahal di sekelilingku ini ada yang lebih susah. Di sini aku
bisa melihat Pemandangan Tol Purbaleunyi yang begitu hijau, alhamdulillah.” Gumamku dalam hati.
Pandanganku
bukan tertuju pada pemandangan Tol Purbaleunyi yang ada dihadapanku. Tapi
mataku tergoda pada pemandangan dua insan hamba Allah yang membuatku terpekik “Subhanallah”. Busana yang dikenakan sang
hawalah yang membuatku malu akan busana yang selama ini kukenakan. Aku memang memakai
penutup aurat selain muka dan tangan. Busanaku sangat feminin, karena roklah yang menjadi pilihan yang terbaik untuk
membalut body-ku. Bahkan style busanaku modis, inilah metode yang
kuaplikasikan supaya pandangan orang-orang khususnya kaum yang merendahkan
hijab itu tidak memvonis bahwa memakai hijab itu kampungan. Bahkan menjadi trend di masa kini.
Kusaksikan
dua insan yang sedaritadi memaksa pandanganku untuk mencuri-curi pandang kepada
mereka. Wong mereka di depanku ya
terlihatlah. Penumpang yang kebagian duduk di depan pintu itulah mereka berdua.
Busana serba hitam yang dikenakan wanita itu ala Timur-Tengah. Cadar yang
melapisi wajahnya membuatku penasaran akan pesona wajah yang begitu mahal untuk
dipamerkan. Kerudungnya panjang melebihi pinggulnya, jadi seperti mukena. Menjadikanku
bertambah kagum. Untuk busana Sang Adam simple.
Hanya baju koko, celana bahan dan tak lupa sendal yang menjadikan kesederhanaan
hidup mereka.
Pasangan
Suami-Istri ini tetap romantis, walau mereka duduk di depan pintu. Mereka
saling menyuapi makanan. Kulihat seperti somay atau batagor, jajanan makanan
khas Bandung. Pemandangan ini mengingatkanku pada dua insan yang di terminal Cileunyi
tadi. Sangat bertolak belakang. Sesekali mereka harus berdiri tatkala ada
penumpang yang masuk dan keluar. Tetapi tawa mereka tetap menjadikan hidup
mereka indah. Tidak menghiraukan ketidaknyamanan yang mereka dapatkan.
Seakan-akan bus ini milik mereka berdua.
“Ya Rabb, telah kusaksikan sendiri
Indahnya pacaran setelah menikah itu. Semuanya serba Engkau ridhoi. Tak ada
ketakutan akan ketidakhalalan karena akad nikah yang merubahnya menjadi halal.
Apalagi aku bersyukur alhamdulillah,
karena engkau telah memantapkan hatiku untuk istiqomah berhijab. Walau belum
benar-benar syar’i. Tapi keinginan itu ada, dan sekarang belum waktunya. Semoga
Engkau tempatkan rusukku ini pada rusuk yang benar-benar menjadikanku indah di
jalan-Mu. Amin.” Do’aku dalam hati.
Kulirik
sekali lagi pemandangan yang mengagumkan. Istrinya menopangkan kepalanya pada
pundak suaminya itu. Sang suami mengelus-elus kepalanya, kelembutan suaminya
membuat istrinya tertidur. Kemudian lelaki itu membuka kitab keramat yang tak tergerus
oleh zaman. Kitab yang menjadi pedoman hidup umat manusia. Terlihat mulutnya
komat kamit dan matanya tidak tertuju terus menerus kepada lafadz-lafadz-Nya.
Sesekali dia melihat keluar dan memusatkannya lagi pada lafadz-lafadz itu.
Ternyata dia menghafal ayat-ayat itu. Subhanallah,
pemandangan yang sangat nikmat Allah berikan padaku.
____
“Pasar
Rebo… Pasar Reboo...” Teriak kondektur yang membahana ruangan bus membuatku kaget
dan salah tingkah. Perjalanan lama yang meninabobokan membuatku tertidur sampai
tujuan.
Aku
mencari angkot arah Pasar Minggu. Tujuanku ingin menemui kakak tercintaku,
karena ada keperluan yang memaksaku ke Jakarta dan harus pulang ke Bogor.
Liburan semester genap memang sudah mulai dari kemarin, dan aku baru bisa
pulang ke rumah besok.
Triingg… handphone-ku berbunyi
tanda SMS masuk. Kubuka lalu kubaca.
Temanku waktu SMP mengajakku untuk datang pada reunian kelas. Aku memang belum
pernah bertemu lagi dengan teman-teman SMP-ku semenjak kelulusan. Karena
setelah kelulusan itu, aku langsung berangkat ke Pesantren Modern, Ummul Quro
Al-Islami, Bogor.
Aku
melanjutkan sekolah Madrasah Aliyah setara dengan SMA/SMK di sana, tinggal di
sana, belajar di sana, mengaji di sana, makan di sana, bahkan menghadapi
berbagai masalah pun di sana. Tempat yang menjadikanku seperti sekarang ini. Berbagai
peraturan yang ketat dan tidak diperbolehkan untuk pulang tanpa kepentingan.
Kenyamanan seperti membawa handphone
atau alat elektronik lainnya pun tidak diperbolehkan untuk dibawa oleh Santriawati.
Dari
situlah, aku tumbuh mandiri dan dewasa oleh tempat yang barokah itu. Empat
tahun kugali ilmu di sana dengan berbagai cobaan dan masalah. Tidak ada saudara
ataupun tetangga yang menemaniku untuk sekolah di sana. hanya aku sendiri
ditemani dengan Sang Pemelihara, Robb
Seluruh Alam.
Wa’alaikumsalam,
Alamdulillah baik sob.
Sendirinya gimana?
Oke, insya Allah datang kok. Aku
juga kangen kalian.
Kukirim
SMS tanda balasan kepada temanku.
____
Hari
reunian pun tiba dan aku mulai bersiap-siap. Padahal masih pukul 10:22 WIB tapi
hawa panasnya sudah seperti hawa panas di Bandung pukul 13 teng. Buset dach, padahal sudah mandi tapi pas
keluar dari kamar mandi seperti mandi tidak pakai air. Mungkin sudah terbiasa
hidup di area yang dingin eh pindah
ke area yang panas, jadi seperti cacing tanah keluar dari persembunyiannya.
Tiba
saatnya untuk berangkat silaturahmi. Dengan bermodal gaya yang simple tapi interest, aku memantapkan hati untuk bersilaturahmi dengan
teman-teman masa pubertasku itu.
Memang
lima tahun tidak bertemu membuatku jadi pangling.
Muka teman-temanku yang dulu imut-imut berubah menjadi remaja yang dewasa,
termasuk aku. Berbagai pujian datang terlontar dari mulut teman-temanku. Aku
hanya tersenyum dan membalas menyemburkan pujian pula.
Tawa
dan canda menghiasi momen reunian kami. Bahkan beberapa teman lelakiku mencoba
merayuku dengan gayanya masing-masing. Tapi kubalas hanya dengan senyum dan
candaan.
Perasaanku
tidak enak pada saat aku sedang bercanda dengan temanku, terlihat ada sepasang
bola mata yang terus mengamatiku. Pas kulihat ternyata dia mengambil gambarku.
Secara langsung kupanggil dia. Dia malah tidak mau mendekatiku. Akhirnya
kupaksa dia untuk memberikan kamera itu. Ternyata benar, banyak sekali gambarku
yang telah dia ambil. Langsung saja kuhapus semua. Aku yang merasa dirugikan
tidak bergejolak api membara. Hanya menasehati dan memperingatinya dengan tegas
dan santun. Karena kebenaran itu indah, membelanya tidak memerlukan caci maki,
angkara murka, dan nafsu amarah.
____
Rumahku
memang perkampungan, suasananya pun berbeda dengan suasana di kota. Bila weekend tiba, pasti malamnya ramai.
Hilir mudik anak remaja untuk menghabiskan liburan mereka dengan kekasihnya.
Jalan-jalannya pun bukan ke tempat wisata atau banternya ke mall. Tapi
kalau di perkampungan itu malam mingguannya di tukang baso atau di pinggir
jalan.
Beda
lagi dengan para adam yang jomblo.
Aktivitas mereka nongkrong di
warung-warung, sambil ngopi dan merokok, bahkan sambil main gaple atau karambol. Bukan Cuma itu, jika ada wanita yang lewat mereka
manfaatkan kesempatan itu dengan mengumbar kata-kata gombal dan rayuan. Makanya aku suka malas jika keluar, kecuali jika
orangtua menyuruhku.
Aku
mendengar handphone-ku yang berbunyi,
ternyata ada banyak pesan yang masuk. Ada dua teman SMP-ku yang mengirimkan
pesan. Dari pesan mereka, sepertinya mereka menyukaiku. Aku membalas pesan
mereka dengan sederhana. Kuhindari kata-kata yang wow yang membuat mereka makin berharap.
Setelah
hari demi hari tingkah mereka makin parah. Aku membaca pesan mereka pun illfeel. Kuputuskan untuk tidak merespon
pesan mereka lagi. Sikap acuh-tak acuhku membuat mereka tidak pantang menyerah.
Berkali-kali mereka mencoba untuk menghubungiku. Aku, sang pemilik handphone dibuatnya kesal. Kujaili
mereka dengan metode kebohongan. Ketika mereka menghubungiku, kuubah sebisanya
suaraku seperti laki-laki.
“Hallo,
assalamu’alaikum. Ini dengan siapa?”
Tanyaku dengan berpura-pura menjadi Bapak.
“Wa’alaikumssalam, Samsul. Emang ini siapa?” Tanyanya bingung.
“Saya
Bapaknya Mala, ada apa?” Balasku masih ‘alaa
suara Bapak.
“Oh,
maaf pak. Mala nya ada?” Suaranya ketakutan.
“Mala
udah berangkat ke Bandung. Nomor ini
bapak pinta sebelum dia berangkat. Dia udah
ganti nomor.” Timpalku dengan tegas.
“Oh
gitu pak, ya sudah terima kasih pak. Maaf ya pak udah mengganggu, assalamu’alaikum.”
Suranya mengakhiri.
“Wa’alaikumsalam.” Balasku.
Aku
langsung tertawa terbahak-bahak setelah mengakhiri telepon tadi. Dia mungkin
ketakutan karena dia pikir yang dia hadapi adalah bapakku, sampai-sampai dia
tidak berani meminta nomor baruku.
Ada
juga cara lain. Ketika temanku yang benar-benar tahu kalau ini nomor asliku. Jika
malam hari dia menghubungiku, caranya aku berpura-pura mengantuk. Jika siang
hari, aku buru-buru ke tempat ramai dan kubilang, “Duh aku lagi ada kegiatan nih,
lagi sibuk.” Ya meskipun dasarnya berbohong tapi ini untuk kebaikan. Bener ga tuh?
____
Tidak
hanya teman lelaki SMP-ku saja. Teman lelaki yang di kampus pun banyak yang
menyukaiku. Bukan sombong, Cuma membanggakan diri, just kidding bro. Hehe. Tapi tetap aku menganggapnya hanya
angin lalu. Bahkan kusikapi mereka dengan sikap cuek. Tak dapat dipungkiri mereka memvonisku sombong dan jutek,
bahkan ada yang menyebutku galak. Ya karena aku suka memarahi mereka ketika gangguan
mereka merayap telinga dan aktivitasku. Apa daya tangan tak sampai, sikap ini
memang tidak benar. Tapi sekarang aku mulai sedikit membenahi. Menghilangkan
kata ‘Galak’ itu dari sikapku untuk menghadapi mereka.
Aku
bukan tidak suka dengan lelaki, bukan pula hanya suka dengan wanita. Aku
sebenarnya ingin pacaran seperti yang lainnya. Sssttt… ini rahasia kita, aku dan kamu. Jangan disebarin sama
mereka yang suka sama aku yach!
Jalan-
jalan kesini kemari, memadu kasih, dan mempatri satu nama dalam hati. Tapi
syaratnya sebelum pacaran harus lalui dulu akad pernikahan, baru deh aku mau, mau dan mau pacaran.
TAMAT ^_^
3 comments:
blognya sudah saya follow ya, senag mampir kemari selain ada cerpen, puisi juga ada makalah
Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. :)
Maaf jika banyak kekurangan. Kritik dan sarannya saya terima ^_^
Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. :)
Maaf jika banyak kekurangan. Kritik dan sarannya saya terima ^_^
Post a Comment