Perbandingan Dakwah di Masa Khulafa'u Rasyidin
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Setelah Rasulullah SAW meninggal dunia, amanat dakwah berpinah
kepada para sahabat. Islam tidak mati dengan matinya Rasulullah karena sebelum
meninggalnya beliau telah meninggalkan kader-kader yang tangguh yang siap
menyungsung ajaran islam. Para sahabat mengerahkan segenap potensi mereka, baik
tenaga, harta bahkan jiwa mereka untuk menyebarkan islam. Upaya para sahabat
dan generasi selanjutnya dalam menyebarkan islam dalam bentuk perluasan wilayah
dalam sejarah islam dikenal dengan istilah “Futuhat
Islamiyah”.
Khulafa’ur rasyidin merupakan para pemimpin umat Islam setelah
Nabi Muhammad SAW wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar Bin
Khatab, Utsman Bin Affan, dan Ali Bin Abi Thalib, Radiallahu Ta’ala Anhu
Ajma’in, dimana sistem yang diterapkan adalah pemerintahan yang Islam karena
berundang-brundang dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang ditunjukan pada syiar
Islam, Nabi SAW tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan
beliau sebagai pemimpin yang akan meneruskan dakwah islamnya setelah beliau
wafat, beliau menyerahkan persoalannya tersebut kepada kaum muslimin sendiri
untuk menentukannya.
Karena itulah, tidak lama setelah beliau wafat, sejumlah tokoh Muhajirin dan
Anshar berkumpul di kota Bani Sa’idah mereka bermusyawarah siapa yang dipilih
untuk dijadikan pemimpin, dengan semangat ukhuwah islamiyah yang sangat kuat
mereka adalah Khulafa’ur Rasyidin.
- Rumusan Masalah
a.
Bagaimana hakikat dakwah?
b.
Bagaimanakah asal-usul Khulafa Ur Rasyidin?
c.
Bagamanakah pendekatan dan metode dakwah
Khulafa Ur Rasyidin?
- Tujuan Masalah
a.
Untuk mengetahui hakikat dakwah.
b.
Untuk mengetahui bagaimana asal-usul Khulafa‘ur
Rasyidin.
c.
Untuk mengetahui bagaimana pendekatan da
metode dakwah Khulafa’ur Rasyidin.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
HAKIKAT
DAKWAH
Islam
adalah agama dakwah artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk
senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah yang dilakukannya, karena itu
Al-Qur’an dalam menyebut kegiatan dakwah dengan ahsanu qaula. Dengan kata lain
bisa disimpulkan bahwa dakwah menempati posisi yang tinggi dan mulia dalam
kemajuan agama islam, tidak dapat dibayangkan apabila kegiatan dakwah mengalami kelumpuhan yang disebabkan oleh
berbagai faktor terlebih kepada era globalisasi sekarang ini, di mana berbagai
informasi masuk begitu cepat dan instan yang tidak dapat dibendung lagi. Umat
islam harus dapat memilah dan menyaring informasi tersebut sehingga tidak
bertentangan dengan nilai-nilai islam.
Karena
merupakan suatu kebenaran, maka islam harus tersebar luas dan penyampaian
kebenaran tersebut merupakan tanggung jawab umat islam secara keseluruhan.
Sesuai dengan misinya “Rahmatan Lil
‘Alamin”, islam harus ditampilkan dengan wajah yang menarik supaya umat
lain beranggapan dan mempunyai pandangan bahwa kehadiran islam bukan sebagai
ancaman bagi eksistensi mereka melainkan pembawa kedamaian dan ketentrama dalam
kehidupan mereka sekaligus sebagai pengantar menuju kebahagiaan kehidupan di
dunia dan akhirat.
Implikasi
dari pernyataan islam sebagai agama dakwah menurut umatnya agar selalu menyampaikan
dakwah, karena kegiatan ini merupakan aktivitas yang tidak pernah usai selama
kehidupan dunia asih berlangsung dan akan terus melekat dalam situasi dan
kondisi apapun bentuk dan coraknya.
Dakwah
islam adalah tugas suci yang dibebankan kepada setiap muslim di mana saja ia
berada, sebagai mana termaktub dalam Al-Qur’an Assunah Rasulullah SAW.,
kewajiban dakwah menyerukan dan menyampaikan agama islam kepada masyarakat.
B.
ASAL-USUL KHULAFA’UR RASYIDIN
1.
Abu Bakar As-Sidiq
Nama asli Abu Bakar As-Siddiq adalah
Abdullah bin ‘Utsman bin ‘Aamir dari suku Taim bin Murrah bin Ka’ab. Beliau
adalah orang pertama yang beriman kepada Rasul saw dari kalangan lelaki dewasa.
Beliau adalah sahabat yang menemani hijrah Nabi. Beliau jugalah orang yang
menggantikan Nabi untuk menjadi imam shalat serta amir jama’ah haji. Ada lima
orang sahabat yang termasuk orang-orang yang dijanjikan surga yang masuk Islam
melalui perantara dakwahnya, mereka itu adalah ; ‘Utsman, Zubair, Thalhah,
Abdurrahman bin ‘Auf dan Sa’ad bin Abi Waqqash. Beliau wafat pada bulan Jumadil
akhir tahun 13 hijriyah dalam usia 63 tahun. Kekhalifahan Abu Bakar berlangsung
selama dua tahun tiga bulan dan sembilan hari.
2.
Umar bin l-Khaththab
Nama asli Khalifah ‘Umar bin Al Khaththab adalah kuniyah Abu
Hafsh. Kuniyah Abu Hafsh ini
didapatkan beliau dari Nabi SAW karena Nabi melihat sifat tegas yang
dimilikinya. Abu Hafsh adalah julukan bagi singa. Beliau adalah orang pertama
yang dijuluki sebagai Amirul Mukminin secara luas oleh umat. , Kekhalifahan
Umar bin Al Khaththab berlangsung selama 10 tahun, 6 bulan lebih 3 hari.
Semenjak tanggal 23 Jumadil Akhir 13 hijriyah hingga 26 Dzulhijjah tahun 23
Hijriyah.
3.
Utsman bin ‘Affan
Utsman bin ‘Affan adalah seorang saudagar atau pedagang, ia
termasuk saudagar yang sukses dan berhasil, beliau terkenal lembut, sabar,
tekun dan pemurah. Dengan ketekunan yang dimilikinya serta kemurahan hatinya
dalam berdagang, pada usia yang masih muda, ia sudah berdagang dinegeri Syam
dan Hirah pada waktu itu negeri Syam masih dijajah kerajaan Romawi, sedangkan
Hijrah merupakan jajahan Persia. Dengan pengalaman berdagang, ia memiliki kekayaan
yang banyak dan sahabat yang banyak. Beliau berasal dari suku Umayyah bin Abdu
Syams bin Abdu Manaf. Sebelum beliau masuk islam bliau tidak banyak mengetahui
tentang Nabi Muhammad SAW, beliau hanya mngetahui tentang beberapa kepribadian Nabi
dari perang lain, ia mengetahui bahwa Nabi Muhammad memeiliki kejujuran, ia
juga mengetahui sedikit tentang kepemimipinan Nabi Muhammad SAW, keinginan
beliau bertemu dengan Nabi Muhammad kemudian disampaikan kepada sahabatnya,
yaitu Abu Bakar, rumah Abu Bakar tidak terlalu jauh dari rumah beliau. Beliau
masuk Islam sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke Darul Arqam.
Beliau adalah seorang yang kaya. Beliau menjabat sebagai khalifah sesudah ‘Umar
bin Al Khaththab r.a berdasarkan kesepakatan ahlu syura. Beliau terus menjabat
khalifah hingga terbunuh sebagai syahid pada bulan Dzulhijah tahun 35 hijriyah
dalam usia 90 tahun menurut salah satu pendapat ulama Kekhalifahan beliau
berlangsung selama 12 tahun kurang tahun 35 hijriyah hingga 19 Ramadhan tahun
40 hijriyah.
4.
Ali bin Abi Thalib
Ali Bin Abi Thalib adalah orang pertama yang masuk Islam
dari kalangan anak-anak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan
kepadanya bendera jihad pada saat perang Khaibar yang dengan perantara
perjuangannyalah Allah memenangkan umat Islam dalam pertempuran. Beliau
dibai’at sebagai khalifah setelah khalifah ‘Utsman terbunuh. Beliau menjadi
khalifah secara syar’i hingga wafat dalam keadaan mati syahid pada bulan
Ramadhan tahun 40 hijriyah dalam usia 63 tahun. Kehalifahan Ali berlangsung
selama 4 tahun 9 bulan, sejak 19 Dzulhijah 12 hari.
C.
UNSUR-UNSUR PENDEKATAN DAN METODE DAKWAH
1.
Unsur-Unsur Dakwah
Kekuasaan khulaf’ur rasyidin berumur
kurang lebih 30 tahun. Srtuktur dakwah pada masa khulafa’ur rasyidin meliputi
unsure-unsur dakwah sebagai berikut:
a.
Da’i
Pengganti Rasulullah adalah Khulafa’ur rasyidin, mereka adalah Abu Bakar
Asidiq, Umar Bin Khattab, Usman Bin Affan, Ali Bin Abi Thalib. Ke empat sahabat
Nabi ini berperan sebagai ulama’ yang menyebarkan Agama Islam seklaligus
berperan sebagai seorang Khalifah (pemimpin). Para da’i pada masa khulafa’ur
rasyidin ini adalah, Abu Bakar As-Siddiq, Umar Bin Khattab, Usman Bin Afan, Ali
Bin Abi Thalib, beliau-beliaulah yang berperan dalam dakwak pada masa
khulafa’ur Rasyidin dan beliau-baliaulah yang menggantikan Nabi dalam menjadi
seorang kepala negara. Sehingga corak Da’I pada masa Khulafa’ur rasyidin ini
adalah Al-Ulama wa Al-Umara’.
b.
Mad’u
Kondisi
mad’u pada masa khulafaur Rasyidin adalah bersifat ijabah, karena pada masa
Rasulullah sudah banyak orang yang memeluk Agama Islam. Khulafaur Rasyidin hanya tinggal
meneruskan perjuangan dakwah rasulullah, namun masih banyak umat yang belum
menerima Islam sebagai Agamanya, seperti orang-orang Qurasyi dan Yahudi,
sehingga mad’u pada masa Kulafaur Rasyidin bercorak ijabah dan ummah.
c.
Materi
Materi yang diterapkan pada masa khulafaur Rasyidin adalah aqidah, syari’ah dan
mu’amalah. Adapun aqidah dengan cara mentauhidkan, atau Meng Esakan Allah,
sedangkan syari’ah dengan diajarkannya tata cara tentang berwudhu, sholat dan
mambaca Al-Qur’an, sedangkan mu’amalah yaitu dengan ditetapkannya zakat bagi
orang-orang muslim yang diserahkan kepada baiulmal dan pajak bagi orang-orang
non muslim.
d.
Metode
Metode
yang digunakan oleh khulafa’ur Rasyidin hampir mencakup ruang lingkup dari
surat An-Nahl: 125 yang tiga metode dakwah.
e.
Media
Kata media berasal dari
kata Latin, median, yang merupakan bentuk jamak dari medium secara etimologi
yang berarti alat perantara.
Secara lebih spesifik,
yang dimaksud dengan media adalah alat-alat fisik yang menjelaskan isi pesan
atau pengajaran, seperti buku, film, video, kaset, slide, dan sebagainya.
Adapun yang dimaksud
dengan media dakwah adalah peralatan yang dipergunakan untuk menyampaikan
materi dakwah kepada penerima dakwah. Pada zaman modern seperti ini, seperti
televise, video, kaset rekaman, majalah, dan surat kabar.
f.
Tujuan dakwah
Tujuan dakwah adalah
tujuan yang hendak dicapai ole kegiatan dakwah. Adapun tujuan dakwah itu dibagi
dua yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek
yang dimaksud adalah agar manusia mematuhi ajaran Allah da Rasul-Nya dalam kehidupan
keseharian, sehingga tercipta manusia yang berakhlak mulia, dan tercapainya
individu yang baik(khoiru al-fardiyah), keluarga
yang sakinah/harmonis (Khairu al-Usrah),
komunitas yang tangguh (Khoitu al-Ummah) dan pada akhirnya akan
membentuk bangsa yang sejahtera dan maju (khoir
al-baldah) atau dalam istilah yang disebut dalam Al-Qur’an yaitu: Baldatun thoyyibatun wa robbn ghofur.
g.
Efek dakwah
Dalam setiap aktivitas
dakwah pasti akan menimbulkan reaksi. Artinya jika dakwah telah dilakukan oleh
da’I dengan materi dakwah. Wasilah dan thariqah tertentu, maka akan timbul
respons dan efek (atsar) pada maad’u (penerima dakwah).
2.
Pendekatan
Dakwah
Sebagaimana telah
disebutkan di atas tentang pengertian dakwah, maka dalam menjalankan poses
peningkatan iman tersebut, perlu diketahui bahwa dakwah memiliki dua dimensi
besar:
1. Dimensi Kerisalahan (bi ahsan alqawl), yaitu
penyampaian pesan kebenaran.
2. Dimensi Kerahmatan (bi ahsan al-amal), yaitu
pengaplikasian nilai kebenaran.
Sehingga secara umum
dakwah memiliki dua pendekatan, yaitu:
1) Pendekatan
Dakwah Struktural
Dakwah
struktural adalah kegiatan dakwah yang menjadikan kekuasaan, birokrasi,
kekuatan politik sebagai alat untuk memperjuangkan Islam. Dakwah structural
bersifat top-down, hingga dalam prakteknya aktivis dakwah struktual bergerak
mendakwahkan ajaran Islam dengan memanfaatkan struktur politik, maupun ekonomi
guna menjadikan Islam sebagai Ideologi Negara, sehingga nilai-nilai Islam
mengenjewantah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2) Pendekatan
Dakwah Kultural
Dakwah
kultural adalah Pertama dakwah yang bersifat akomodatif terhadap nilai budaya
tertentu secara inovatif dan kreatif tanpa menghilangkan aspek substansial
keagamaan, Kedua menekankan pentingnya kearifan dalam memahami kebudayaan
komunitas tertentu sebagai sarana dakwah. Jadi, Dakwah Kultural adalah dakwah
yang bersifat buttom-up dengan melakukan pemberdayaan kehidupan beragama
berdasarkan nilai-nilai spesifik yang dimiliki oleh sasaran dakwah.
Menurut Muhammad
Shulton bahwa dakwah kultural adalah aktivitas dakwah yang menekankan Islam
kultural. Islam kultural adalah salah satu pendekatan yang berusaha meninjau
kembali kaitan doktrinal yang formal antara Islam dan politik atau Islam dan
Negara.
Tujuh strategi berikut
ini adalah alternatif mengembangkan dakwah agar ikut menyelesaikan beberapa
problem yang ada:
1. Dakwah
harus dimulai dengan mencari “Kebutuhan Masyarakat”. Kebutuhan dimaksudkan
bukan hanya kebutuhan sacara objektif memang memang memerlukan pemenuhan,
tetapi juga kebutuhan yang dirasakan oleh masyaraka setempat perlu mendapat
perhatian.
2. Dakwah
dilakukan secara terpadu, dengan pengertian bahwa berbagai aspek kebutuhan
masyarakat diatas dapat terjangkau oleh program dakwah, dapat melibatkan
berbagai unsur yang ada dalam masyarakat dan penyelenggaraan program dakwah itu
sendiri merupakan rangkaian yang terpisah-pisah.
3. Dakwah
dilakukan dengan pendekatan partisipatori dari bawah. Dimaksudkan bahwa ide
yang ditawarkan mendapatkan kesepakatan masyarakat atau merupakan ide
masyarakat itu sendiri, memberi peluang bagi keikutsertaan masyarakat dalam
perencanaan dan keterlibatan mereka dalam pelaksanaan program dakwah.
4. Dakwah
dilaksanakan melalui proses sistematika pemecahan masalah. Artinya, program
dakwah yang dilakukan masyarakat sejauh mungkin diproses menurut
langkah-langkah pemecahan masalah. Dengan demikian, masyarakat dididik untuk
bekerja secara berencana, efisien dan mempunyai tujuan yang jelas.
5. Dakwah
memanfaatkan teknologi yang sesuai dan tepat guna.
Maksudnya adalah bahwa masukan teknologi dalam pengertian “perangkat lunak”
maupun “perangkat keras” yang ditawarkan harus sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, terjangkau oleh pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
masyarakat dan sekaligus dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan,
dapat meningkatkan produktifitas dan tidak mengakibatkan pengangguran.
6. Program
dakwah dilaksanan melalui tenaga dai yang bertindak sebagai motivator,
baik dilakukan oleh tenaga terlatih dari lembaga atau organisasi masyarakat
yang berpartisipasi maupun dari luar daerah yang adaptif.
7. Program
dakwah itu didasarkan atas asas swadaya dan kerja sama masyarakat. Dimaksudkan
bahwa pelaksanaan program dakwah harus berangkat dari kemampuan diri sendiri
dan merupakan kerja sama dari potensi-potensi yang ada, dengan demikian setiap
bantuan dari pihak luar hanya dianggap sebagai pelengkap dari kemampuan dan
potensi yang sudah ada.
Dakwah kultural
melibatkan kajian antar disiplin ilmu dalam rangka meningkatkan serta
memberdayakan masyarakat. Aktivitas dakwah kultural meliputi seluruh aspek
kehidupan, baik yang menyangkut aspek sosial-budaya, pendidikan, ekonomi,
kesehatan, alam sekitar dan lain-lain. Keberhasilan dakwah kultural ditandai
dengan teraktualisasikan dan terfungsikannya nilai nilai Islam dalam kehidupan individu
dan komunal.
3.
Metode Dakwah
Dari
segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta” (melalui) dan “hodos”
(jalan, cara). Dengan demikian kita dapat artikan bahwa metode adalah cara atau
jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber yang lain
menyebutkan bahwa:
Metode berasal dari
bahasa Jerman methodica, artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani
metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang dalam bahasa arab disebut
thariq.
Sedangkan arti dakwah
menurut pandangan bererapa pakar atau ilmuan adalah sebagai berikut:
1. Pendapat
Bakhial Khauli, dakwah adalah suatu proses menghidupkan peraturan-peraturan
islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan kepada keadaan lain.
2. Pendapat
Syekh Ali Mahfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan
dan mengkuti petunjuk , menyurh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari
perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagian di dunia dan di akhirat.
Dari
pendapat diatas dapat diambil pengertian bahwa, metode dakwah adalah cara-cara
tertentu yang dilakukan oleh seorang da’I (komunikator) kepada mad’u untuk
mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.
4.
Bentuk-Bentuk
Metode Dakwah
(surat an-nahl:125)
”Serulah manusia kepada
jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dijalan-Nya dan Dialah yang lebih mengethui orang-orang yang mendapat
petunjuk.(An-Nahl:125)
Dari ayat tersebut dapat
diambil pemahaman bahwa metode dawah itu meliputi tiga cakupan, yaitu:
1. Al-hikmah
Kata”hikmah”dalam
Al-Ouran disebutkan sebanyak duapuluh kali baik dalam bentuk nakirah maupun
ma’rifat. Bentuk masdarnya adalah mencegah. Jika dikaitkan dengan hukum berarti
mencegah dari kedzoliman, dan jika dikaitkan dengan dakwah menghindari hal-hal
yang kurang relevan dalam melaksanakan tugas dakwah.
Sebagai metode dakwah,
al-hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati
yang bersih, dan menarik perhatian orang kepada agama atau Tuhan,
Ibnu Qoyyim berpendapat
bahwa pengetian hikmah yang paling tepat adalah seperti yang dikatakan Mujahid
dan Malik yang mendefinisikan bahwa hikmah adalah pengetahuan tentang kebenaran
dan pengalamannya, ketepatan dalam perkataan dan pengalamannya. Hal ini tidak
bisa dicapai kecuali dengan memahami Al-Quran, dan mendalami syariat-syariat
islam serta hakikat iman.
2. Al-Mau’idza
Al-Hasanah
Secara bahasa mau’idza Hasanah terdiri dari dua kata yaitu
mau’idza berasal dari kata wa’adza-ya’idzu-wa’dzan-idzatan yang berarti: nasihat,
bimbingan, pendidikan, dan peringtan, sedangkan hasanah merupakan kebalikan
dari sayyi’ah yng berarti kebaikan lawannya kejelekan.
Menurut Imam Abdullah
Bin Ahmad Annasafi yang dikutip oleh haji Hassanuddin adalah senbagai berikut:
Al-Mau’idzah
Al-Hasannah adalah (perkatan-perkataan) yang tidak tersembunyi bagi mereka,
bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau
dengan Al-Quran.
Dari definisi di atas,
mau’idzah hasanah tersebut bisa diklasifikasikan dalam beberapa bentuk:
a. Nasihat
b. Bimbingan,
pengajaran (pendidikan)
c. Kisah-kisah
d. Kabar
gembira dan peringatan
e. Wasiat
Jadi, kalau kita
telusuri kesimpulan dari mau’idzah al-hasanah, akan mengandung arti kata-kata
yang masuk ke dalam qalbu yang penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan
penuh kelembutan; tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab
kelemah-lembutan dalam menasihati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras
dan menjinakan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada
larangan dan ancaman.
3. Al-Mujadalah
Bi-al-Lati Hiya Ahsan
Dari segi terminologi
lafadz mujadalah termbil dari kata “Jadala” yang bermakna memintal, mlilit.
Apabila ditambahkan alif pada huruf jim yang mengikuti wazan Faa ala, “Jaa
dala” dapat bermakna berdebat, dan “mujadalah” perdebatan.
Sedangkan menurut Dr.
Sayyid Muhammad Thantawi ialah, suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan
pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentai dan bukti yang kuat.
Dari pengertian di atas
dapatlah diambil kesimpulan bahwa Al-Mujadalah merupakan tukar pendapat yang
dilakukan oleh pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan
tujuan agar lawan menerima pendapat yang dilakukan dengan memberikan argumentaasi
dan bukti yang kuat. Antara satu dan yang lainnya saling menghargai dan
menghormati pendapat keduanya berpegang kepada kebenaran. Mengakui kebenaran
pihak lain dan ikhlas menerima hukuman kebenaran tersebut.
5.
Metode Dakwah Khulafa’ur Rasyidin
Ada
bermacam metode yang digunakan dalam berdakwah pada masa Khulafaur Rasyidin
diantaranya sebagai berikut:
1. Metode Ceramah
Metode
ceramah metode yang dilakukan untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah dengan cara
ceramah yang dilakukan di masjid-masjid.
2.
Metode Missi(Bi’tsah)
Penyebaran
Agama Islam ke berbagai wilayah dilakukan dengan cara mengutus para da’i.
Apabila ada yang menentang atau memberontak maka dilakukan peperangan atau
jihad.
3.
Metode Korespondensi
Sebelum
para da’i dikirim ke daerah-daerah yang akan di dakwahi, terlebih dahulu dikirim
surat sebagai pengantar.
4.
Metode Ekspansi
Penyebaran
Agama Islam dilakukan dengan cara ekspansi atau perluasan wilayah. Ekspansi
yang dilakukan meliputi kawasan Syiria dan Palestina, Irak dan Persia, Mesir,
Khurasan, Armenia, Afrika Utara.
5.
Metode Tanya-jawab
Metode
Tanya-jawab adalah metode yang dilakukan dengan menggunakan Tanya-jawab untuk
mengetahui sejauh mana ingatan atau pikiran seseorang dalam memahami atau
menguasai materi dakwah, disamping itu juga untuk merangsang perhatian mad’u .
Seorang mad’u juga dapat mengajukan pertanyaan kepada seorang da’i tentang
materi yang belum dikuasai oleh mad’u, sehingga akan terjadi suatu hubungan
timbal balik antara da’i dan ,mad’u.
6.
Metode Karya Tulis
Metode
karya tulis dengan dikumpulkannya lembaran-lembaran sebagai Mushaf, dan pada
masa khalifah Utsman dibukukan menjadi sebuah Al-Qur’an.
7.
Metode Diskusi
Pada
Abu Bakar, beliau berdiskusi dengan Chyrus, pemimipin Romawi dan terjadi
kesempatan untuk berdamai .
8.
Metode Konseling
Pada
masa khulafaurrasyidin, para Khalifah mengajarkan secara langsung cara membaca
Al-quran, tata cara berwudhu’, shalat dan cara-cara yang lainya dalam hal
apapun yang di rasa belum di ketahui oleh ummat.
9.
Metode Kelembagaan
Pada
masa khalifah umar bin khatab sudah mampu mengatur dalam sebuah kelembagaan
yang di sebut Baitul Mal yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan harta
kekayaan Negara .
Metode
Keteladanan
10.
Para khulafa’urrasyidin memiliki sifat yang cerdik, pandai,
adil, dermawan dan bijaksana dalam mengambil keputusan.
11.
Metode Propaganda
Didalam
proses dakwah pasti terdapat unsur propaganda, guna untuk mempengaruhi seorang
mad’u.
12.
Metode Silaturahmi
Pada
masa khulafa’urrasyidin, para khalifah berkunjung ke daerah-daerah kekuasaanya
untuk mengetahui perkembangannya.
6.
Media Dakwah
Media
yang digunakan pada masa khulafaur Rasyidin adalah:
a.
Media Masjid
Masjid
di jadikannya sebagai tempat atau sasaran utama oleh para Khulafa’ur Rasyidin, selain
itu dijadikan sebagai tempat pengajaran Al-Quran dan Al-Hadits.
b.
Media Cetak
Khulafaurrasyidin
mengumpulkan Al-Qur’an dan membukukannya, kemudian di sebarkannaya ke seluruh
wilayah kekuasaan Islam, yang terjadi pada masa Usman Bin Affan.
c.
Lembaga Pendidikan
Pada
masa khalifah Umar bin Khatab, Abu Sofyan mengajarkan Al-Qur’an kepada penduduk
perkampungan. Barang siapa yang buta huruf Al Quran akan dikenakan sanksi
cambuk.
d.
Lembaga Kantor/pemerintahan
Fungsi
dari Lembaga Kantor/pemerintahan yaitu bisa juga digunakan sebagai pusat segala
aktivitas pemerintahan, seperti gedung-gedung DPR atau istana Negara. Dan
pemerintahan pada masa Khulafa’ur Rasyidin ini pemerintahannya dijalankan
sesuai dengan nilai-nilai ke Islaman, misalnya pada masa Umar Bin Khattab
dibuat sebuah kebijakan untuk membuat sebuah badan yang mengurus zakat. Ini dilakukan
agar pembagian zakat bisa diantar dengan baik dan bisa memebantu prang miskin.
Pada aktivitas beginilah lembaga Kantor/pemerintahan digunakan atau dibutuhkan.
7.
Ciri-Ciri Umum Pada Masa Khulafa Ur
Rasyidin.
1.
Kader-kader terbaik Rasulullah telah emimpin pemerintahan
islam selama 3 tahun. Kekuatan iman yang ada di dada mereka menciptakan
motivasi ang kuat untuk melakukan aktivitas dakwah keluar jazira Aarabia.
Motive dakwah tersebut membuat kaum muslimin tidak pernah lelah melakukan
perjalanan panjang membuka negeri demi negeri untuk menyiarkan agama
islam.aktivitas mereka tersebut di dalam sejarah islam dikenal dengan futuhat
Islamiyah.
2.
Sarana terbesar dakwah pada masa ini(kurang lebih 30 tahun)
adalah pemerintahan dan kekuasaan. Lewat media pemerintahan para khalifah
menentukan kebijakan dan strategi dakwah baik untuk masyarakat islam atau
diluar masyarakat islam.
3.
Futuhat islamiyah yang dilakukan oleh para sahabat selalu
diikuti oleeh perluasan pemikiran islam. Mayoritas penduduk yang didatangi oleh
kaum muslimin mmeluk islam karena pilihan mereka. Mereka memandang kaum
muslimin bukan sebagai hantu yang menakutkan, tetapi ibarat kapal penyelamat
yang siap membawa mereka ke pulau impian.
4.
Kesibukan kaum muslimin membuka wilayah dakwah baru tidak
membuat mereka lupa memelihara dan mengembangkan pemikiran islam.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Kulaffa’ur
Rasyidin berasal dari bahasa Arab, dari kata Khulafa dan Arrasyidin. Khulafa’ur
Rasyidin merupakan para pemimpin umat islam setlah nNabi Muhammad SAW wafat
yaitu pada masa peemerintaha Abu Bakar , Umar Bin Khatab, Usman Bin Affan, Ali
Bin Abi Thalib, diman sistm yang digunakan dalam pemerintaha adalah pemeritahan
yang islami karna berundand-undangkan Al-Qur’an dan Al-Hadist. Khulafaur’r
Rasyidin adalah pemimpin yang arif dan bijaksana dalam menjalankan tugasnya
senantiasa meneladani kepemimipinan Rasulullah, sifat dan akhlak beliau-beliau
sebagai pemimipin masyarakat, beliau-beliau inilah yang menyebarkan agama Islam
yang sangat hebat dan baik.
Ajaran Islam adalah konsepsi yang sempurna dan
kompeherensif, karena ia meliputi segala aspek kehidupan manusia, baik yang
bersifat duniawi maupun ukhrawi. Islam secara teologis merupakan sistem nilai
dan dan ajaran yang bersifat ilahiah dan transenden. Sedangkan dari aspek
sosiologis , Islam merupakan fenomena peradaban, kultural, dan realistis sosial
dalam kehidupan manusia.
Selanjutnya salah satu aktivitas keagamaan yang
secara langsung digunakan untuk mensosialisasikan ajaran Islam bagi penganutnya
dan umat manusia pada umumnya adalah aktivitas dakwah. Aktivitas ini dilakukan
baik melalui lisan, tulisan, maupun perbuatan nyata. [dakwah bi al-lisan, wa
al-qalam wa bi al-hal]
Secara kualitatif dakwah Islam bertujuan untuk
mempengaruhi dan mentransformasikan sikap batin dan perilaku warga masyarakat
menuju suatu tatanan kesalehan individu dan kesalehan sosial. Dakwah dengan
pesan-pesan keagamaan dan pesan-pesan sosialnya juga merupakan ajakan kepada
kesadaran untuk senatiasa memiliki komitmen [istiqomah] di jalan yang
lurus. Dakwah adalah ajakan yang dilakukan untuk membebaskan individu dan
masyarakat dari pengaruh eksternal nilai-nilai syaitaniah dan
kejahiliahan menuju internalisasi nilai-nilai ketuhanan. Disamping itu, dakwah
juga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman keagamaan dalam berbagai aspek
ajarannya agar diaktualisasikan dalam bersikap, berpikir dan bertindak.
B.
Saran
dan kritik
Dengan selesainya makalah ini, penulis berharap, pembaca
dapat memberi sebuah tanggapan yang bersifat membangun kepada makalah Anda,
yang tidak lepas dari kesalahan-kesalahan yang ada. Penulis juga berharap
dengan adanya makalah ini dapat menjadi tambahan pengetahuan kita tentang
sejarah-sejarah Islam pada masa lalu
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah,
Al-Ikhlas, Surbaya, 1986, hlm. 17